Rabu, 24 Juli 2013

Night Riding/ Bersepeda Malam hari

Bersepeda malam hari menelusuri gelapnya malam, dalam hening mencekam dan siluet pepohonan sejauh mata memandang, diterangi kerlip bintang dan bulan yang malu-malu mengintip dari balik awan, tak pelak menimbulkan rasa betapa kecilnya mahluk yang bernama manusia dihadapan ciptaan-NYA yang maha tak berbatas. Boleh jadi sentuhan langsung dengan alam ini,  merupakan tadabbur dan zikir yang memiliki nilai tersendiri, sebab diluar sana semua ke-akuan dan kesombongan diri menjadi sama sekali tak bernilai apa-apa.

Berkumpul di koperasi PKT ; BBC, DK, ICC, dan Bekantan, setelah peregangan dan doa, sekitar jam 23.00 kami mulai menyusuri jalan. Turunan lembut menyambut disertai riuhnya gonggongan anjing, tak peduli sepeda laju menyambut dinginnya malam.

Dari RSUD kami kemudian menyeberang ke jalan Flores, tujuan kami adalah Tanjakan Cinta.  Meski bulan tidak mampu menyeruak diantara awan, dari kejauhan kerlip lampu-lampu kota Bontang terlihat jelas dari atas puncak Tanjakan Cinta. Seperti biasa narsis dulu diantara bayang pepohonan dan bukit.

Turunan legendaris Tanjakan Cinta yang tanpa rambu dalam gelapnya malam, tak mampu ditembus oleh terangnya senter, derit rem dan teriakan kaget silih berganti bersama tamparan ilalang kewajah. Kami hanya mampu bersabar dan telaten melaluinya. Sesaat kemudian  tanjakan menghadang, suka tidak suka kami harus bersiteguh mengayuh dan disaat lain melintas pada sebuah turunan, yang meski tak butuh tenaga untuk melaluinya, dengan drop dan jalur air, tentu harus tetap waspada agar tak terjerambab. 

“Belajar sabar dari yang menyakiti. Belajar adil dari yang mendholimi. Belajar teguh dari yang ruwet. Belajar merendah dari yang sombong”

Bersama alam, perjalanan ini mengajarkan banyak hal kepada kami serupa dengan bersepeda, keseimbangan hanya bisa diperoleh saat hidup terus dijalani, saat sepeda terus dikayuh, sesaat terhenti, maka akan ketinggalan atau mungkin terjatuh untuk tidak terbangun lagi.

Dari Tanjakan Cinta, kami menembus jalur pipa ke tugu selamat datang Bontang. Rehat sejenak untuk kemudian melalui jati-jati menuju tanjakan petai, turun dari bata-bata, melintas tanjakan menuju peradaban. Jalan Raya PKT menghadang di depan, melaju kencang menuju ke jalan raya kutai, kami bertemu dengan Pos Jaga PT. Badak, dan seperti biasa, dengan ramahnya  petugas security PTB mempersilahkan kami lewat.

Disambut sahur dengan konro dan pallumara, masakan khas Sulawesi, maka perjalanan bersepeda malam hari dibulan puasa ini menjadi sungguh luar biasa. 













Senin, 08 Juli 2013

Uphill, siapa takut ....

Menanjak adalah keseimbangan hati, mental, fikiran dan kekuatan. Apabila unsur tersebut telah membentuk sebuah simfoni, maka segudang manfaat akan menjadi hadiah
Ketenangan fikiran, mental serta penguasaan sepeda adalah modal penting untuk menaklukkan tanjakan.Tentu bukan perkara mudah untuk menaklukan tanjakan. Komposisi gear, jenis sepeda, latihan serta pengetahuan harus berimbang.
Ini nih manfaatnya ; Jantung ; karean sering dilatih dgn heartrate tinggi, maka dapat memperkecil kemungkinan terkena serangan jantung.
Nafas ; menanjak berati melatih otot paru-paru sehingga cara bernafas bisa stabil dan terkendali.
Kalori ; kalori yang terbakar dgn menanjak 10 km sama dengan mengayuh datar 45km
Aliran darah ; detak jantung meningkat berarti aliran darah menjadi lebih bagus
Seks ; aha ... ini dia bonus yg menjadi idaman, peredaran darah lancar tentu meningkatkan kualitas ereksi yang berujung pada keharmonisan hubungan suami istri.
 Paha & bokong ; saat body position bagus, otot belakang paha akan tertarik dan terbentuk ketika menanjak sambil berdiri. Efeknya otot bokongpun terangkat.
Otot kaki ; bersepeda sudah pasti akan menghasilkan otot-otot kaki yang terlatih. Nanjak tentu akan lebih memperkokohnya.
Jika sudah begini, masihkah sebuah tanjakan dijadikan momok yang harus dihindari?
Nikmati sajalah ...........

Sumber ; Ridebike(Somad), foto (Fadli)